Sabtu, 23 Juli 2011

Asap








Metha tak habis pikir, bagaimana orang-orang  bisa begitu mencintai asap itu? Padahal, tidak ada untungnya sama sekali bagi mereka. Karena dalam asap itu, tidak pernah keluar  Jin yang akan mengabulkan semua permintaan mereka. Tidak juga hantu-setan-dedemit yang menyeramkan. Selain hanya sakit yang akan mereka rasakan dikemudian hari.
Sebagaimana dulu, saat Metha berusia belasan tahun. Dimana dia menemukan Ayahnya terbujur kaku di kursi teras rumah mereka. Dengan tangan masih menggenggam bara api, terselip diantara jarinya, yang menciptakan asap yang menari-nari ditiup angin. Dari tubuh Ayah juga, asap keluar dari semua pori-pori tubuhnya, dari mulutnya, telinga dan juga dari lubang mata Ayah.
Saat di lakukan otopsi oleh pihak rumah sakit, ditemukan bahwa semua organ tubuh Ayah Metha telah bolong dan juga berasap. Bahkan pada saat akan dilakukan penguburan, sepanjang jalan selama jasad Ayah berada di keranda. Asap selalu menyelinap keluar dari keranda. Seperti sebuah Lokomotif yang tengah berjalan menuju tempat pemakaman.
Tidak berbau busuk, memang. Tapi meskipun begitu, peristiwa tersebut sempat membuat seluruh keluarga Metha merasa terpukul. Kebiasaan Ayah mengkonsumsi asap itu memang sudah tak bisa dilarang-larang. Bahkan kerap menjadi pemicu pertengkaran antara Ayah dan Ibu. Dan pada akhirnya, Ibu memilih untuk membiarkan Ayah melakukan kesenangannya itu.
Sempat Metha berfikir, akan alasan Ayah yang kecanduan mengkonsumsi asap itu. Semua semata karena banyak hal yang dapat dilihat Ayahnya dari kepulan asap yang ia ciptakan. Kumpulan asap menembus imajinasi Ayah tentang semua keinginan dan harapannya yang tak pernah terpenuhi. Sekedarnya saja berbincang melalui bentuk-bentuk dari kepulan asap putih yang meliuk-liuk di udara. Mengusir kesendiriannya melewati malam-malam dingin di teras rumah.
Tapi semenjak kematian Ayah, Metha baru mengetahui bahwa Asap-asap itu begitu jahat, seperti setan yang menjelma menjadi sahabat. Tapi kemudian membunuh pemujanya perlahan dengan racun yang menggerogoti habis tubuh mereka. Sampai pada akhirnya sakit dan kematian menimpa para pemujanya. Sejak itu pula Metha begitu membenci asap-asap itu.
Sebisa mungkin Metha menjaga kehidupannya agar tidak menjadi bagian dari kejahatan asap itu. Setiap kali keluar rumah, Metha selalu mengenakan masker. Karena Metha bisa melihat setan-setan asap itu bisa keluar dengan wujud yang lebih menyeramkan lagi. Mereka berwarna hitam pekat, yang keluar dari setiap kendaraan yang lalu lalang di jalan raya. Yang menerjang siapa saja yang berada di dekatnya, dalam menggerung mengeluarkan suara-suara bising yang memekakan telinga. Dengan tampang bengis siap mencabut nyawa siapa saja yang ada dijalanan.
Bertahun-tahun Metha menyisihkan uang, agar  bisa menghindar dari kepungan asap-asap itu di jalanan. Memiliki mobil adalah satu-satunya solusi yag paling mungkin, yang bisa menyelamatkan Metha dari asap-asap itu. Meskipun Metha sadar, karena pada akhirnya dirinya juga telah menjadi bagian dari para pencipta asap itu. Karena bagaimana pun juga, asap itu pasti tercipta dari kendaraan yang ia miliki. Biarlah, paling tidak bukan dirinya yang menjadi korban, pikir Metha saat itu. Sikap yang egois, mungkin. Tapi toh, Metha selalu berusaha agar setan-setan itu bisa dijinakan dan tidak berbahaya bagi semua orang. Meskipun harus merogoh kocek lebih dalam untuk melakukan hal itu.
Sebagian teman pria Metha kadang jengkel dibuatnya. Karena mereka selalu saja diganggu kesenangannya oleh Metha. Setiap saat mereka hendak menikmati kepulan asap itu.
“Tolong, ya, jangan mengkomsumsi asap disini. Dilarang mengasap disini!” seru Metha dengan mata melotot kepada mereka. Orang-orang terdekat Metha sebagian bisa memaklumi, namun sebagian tetap tidak bisa menerima perlakuan Metha itu. Tapi mereka lebih takut akan kemarahan Metha. Sehingga dengan terpaksa mereka mengalah, dan selalu sembunyi-sembunyi saat melakukannya.
Bahkan tak jarang Metha terlibat pertengkaran dengan seseorang yang tidak dikenal. Ketika Metha mendapati orang tersebut tengah asik melepas imajinasi dengan kepulan asap itu di dekat Metha. Awalnya, Metha meminta dengan sopan kepada orang itu. tapi ketika orang tersebut seolah tak perduli atas permintaan Metha. Metha berubah beringas, dan sangar. Bagai seekor kucing yang terinjak ekornya, memaki habis-habisan orang tersebut. Sampai akhirnya orang tersebut mengalah dengan wajah yang memerah karena malu dan juga marah
Akhirnya Metha menikah dengan Edward, lelaki yang diyakininya bukan pemuja asap. Karena tak pernah sekalipun dirinya mencium bau asap dari mulut Edward dan juga tubuhnya. Pernikahan meriah digelar sedemikian mewah. Dan dari pernikahan itu Metha dikaruniai 3 orang anak yang manis-manis lagi pintar.
Kehidupan bahagia yang terbebas dari segala macam asap tentunya. Kebahagiaan tak terlukis dirasakan Metha. Dia pun tetap mengawasi keluarganya, Edward suaminya dan juga anak-anaknya dari kejahatan asap.
Pada suatu hari, peristiwa menghebohkan telah terjadi. Dimana secara tiba-tiba kehidupan manusia di dunia ini, dipenuhi kepulan asap hitam yang menghalangi pandangan setiap orang. Bentuknya seperti Raksasa dengan mata yang merah menyala, dan juga bertanduk. Dan pada saat dia tertawa, terlihat deretan giginya yang runcing. Bergerak bebas sesuka hatinya. Menyelubungi setiap orang yang berada dijalanan.
Sesak. Setiap orang tiba-tiba merasa sesak, sulit untuk bernafas. Karena kumpulan asap hitam yang bergerak itu, penuh dengan racun-racun yang akan menghangus setiap organ tubuh manusia. Satu persatu, banyak orang jatuh terkapar disembarang tempat. Dengan tubuh menghitam, mata melotot dan mulut yang menganga setelah sebelumnya berusaha menggapai-gapi udara yang bersih.
Seluruh manusia panik dibuatnya. Mereka berhamburan masuk kedalam rumah, dan kendaraan mereka. Dan karena pandangan terhalang asap hitam itu, maka banyak terjadi kecelakaan. Api mulai terlihat dimana-mana, membumbung tinggi, melahirkan asap-asap baru yang menjadi pengikutnya Asap Raksasa itu. Sebagian telah menggabungkan diri, dan menjadikan Asap Raksasa itu semakin besar bentuknya. Semakin menguasai kehidupan manusia dan meracuni udara dengan racun yang mematikan.
“Ini pasti karena perbuatan para pemuja asap itu, Pah!” seru Metha marah, sambil mengintip dari balik jendela melihat keadaan di luar. Sementara anaknya memeluk erat tubuh Metha dalam ketakutan.
“Apa mungkin sampai demikian hebatnya, Mah?” ucap Edward sambil bertanya.”Aku rasa bukan karena mereka. Lihatlah! Asap itu begitu besar”
Metha melongok keluar. Dalam hatinya membenarkan ucapan Edward. Pertanyaan  muncul dalam benaknya,”Lalu darimana asalnya asap itu, Pah?”
“Entahlah.., ada baiknya kita tetap di rumah sampai kita mendapat khabar dari pemerintah”
….
Mereka sekeluarga duduk di depan televisi yang menyala. Menunggu kabar  dari pemerintah, yang berkaitan dengan asap itu. Akhirnya kabar yang mereka tunggu datang juga. Di televisi, President sedang mengumumkan situasi Siaga 1 dalam menyikapi masalah yang ada. Dan meminta agar rakyatnya tidak panik, meski telah banyak korban yang berjatuhan.
Rakyat diharapkan tetap percaya pada kinerja pemerintah dalam menanggulangi masalah asap tersebut. Betapa President mengetahui, bahwa kepercayaan rakyat telah berkurang, bahkan hilang sama sekali. Apalagi telah terbukti bagaimana ketidakbecusan pemerintah dalam menanggulangi masalah Lumpur Lapindo dan bencana alam lain yang pernah terjadi di negeri ini.
Di minggu ke-dua sejak peristiwa itu, kembali hadir sebuah kabar di televisi dari seorang ahli yang tengah menangani masalah asap tersebut. Di kabarkan, bahwa sesungguhnya bumi ini telah kehilangan udara bersih sama sekali. Karena bumi saat ini, berada dalam kondisi gersang dan tandus. Terlebih lagi hutan-hutan yang biasanya mampu menciptakan udara yang sehat dan segar telah dibabat habis Di kota-kota besar, sama sekali tidak ada lagi penghijauan. Di semua lahan yang ada, telah dibangun gedung bertingkat, perumahan dan juga Mall besar. Belum lagi racun yang dihasilkan dari banyak kendaraan dan Pabrik Industri.
Semua hal itu telah mengikis habis udara sehat yang dibutuhkan setiap manusia di dunia ini. Dan perlahan-lahan, Asap-asap yang mengandung racun dan limbah kimia itu bermutasi. Menjadi raksasa yang saat ini tengah menguasai kehidupan manusia di Bumi.
Metha diam menyaksikan kabar itu. Isi Kepalanya telah di penuhi dengan banyak pertanyaan yang mengganggu. Betapa semua asap yang selama ini ada dalam pikirannya telah benar-benar telah berwujud nyata dalam kehidupan. Setiap bentuk yang tercipta dari setiap hisapan para pemuja itu, memang selalu beragam. Selama ini, tak jarang Metha menyaksikan dari kejauhan. Mimpi-mimpi yang dimiliki para pemuja yang tengah duduk termenung itu, terwujud dalam kepulan asap itu. Lalu yang apa yang sesungguhnya terjadi saat ini?.
Tba-tiba, sang ahli yang tengah menyampaikan kabar itu jatuh menggelepar. Seluruh orang di stasiun televise itu heboh, dan secara bersamaan gambar dalam televisi mereka berubah menjadi ribuan semut yang berkumpul tumpang tindih. Edward mencoba mengganti channel yang lain. Namun didapati hal yang sama.
Dan tiba-tiba juga, Edward terjatuh menggelepar, disusul anak-anak. Metha panik mendapati hal yang demikian. Dia langsung menjatuhkan diri memeluk suami dan anak-anaknya sambil menangis, berteriak menyebut nama mereka. Lalu saat tubuh mereka berhenti menggelepar, seiring itu pula asap hitam keluar dari tubuh mereka. Menari-nari di udara memenuhi ruang, berwujud mahluk-mahluk yang menakutkan.
Metha mundur beberapa langkah dalam ketakutan. Berlari menuju kamarnya untuk bersembunyi. Namun asap hitam itu mengejarnya, masuk dari cela pintu dan jendela. Menyeringai dengan tatapan mata yang merah menyala. Metha benar-benar dalam ketakutan, bersebunyi di sudut kamar memeluk tubuhnya sendiri. Berteriak-teriak meminta tolong. Dan karena takut melihat wujud asap yang semakin mendekat. Metha menyembunyikan wajah di antara kedua lutut yang ia peluk.
Tapi bersamaan dengan itu, tubuh Methapun secara tiba-tiba menggelepar dengan mata yang melotot seolah menahan sakit. Disaat tubuhnya berhenti menggelepar, dari jasadnya yang mati, keluarlah asap hitam dari pori-pori dan semua lubang dalam tubuhnya. Asap itupun menggabungkan diri dengan asap-asap yang keluar dari tubuh suami dan anak-anak Metha.
………….
Tak jauh dari kota, di sebuah Tempat Pembuangan Akhir sampah. Api besar telah menguasai tempat itu, membakar semua sampah yang ada. Dari api yang semakin membesar itu, asap hitam tercipta, membumbung tinggi dan memenuhi angkasa. Semakin besar api itu, semakin besar pula asap itu. Menjadi muara dari Asap Raksasa yang kini telah menguasai kehidupan manusia.




Perempuan Malam






Waktu tugasku telah selesai. Pagi hampir tiba. Dingin semakin terasa menusuk tubuh ini dan aku gelisah di dalam kamar, yang tadi sempat ramai oleh dengus nafsu para lelaki hidung belang itu. Bahkan keringat dan bau tubuh mereka masih menempel di kain sprei ini. Tapi aku sudah terlalu terbiasa…
Aku rebahkan tubuh diatas ranjang dalam kegelisahan yang  berbeda dari biasanya. Sebelumnya, aku selalu gelisah antara ketakutan diriku akan  dosa dan juga Tuhan. Kegelisahan yang selalu tentang diriku yang merasa kotor dan hina sebagai mahluk Tuhan. Tapi pagi ini, kegelisahanku tiba-tiba menjadi tak sama. Ada yang mengganggu pikiranku tadi.
Ya, malam ini aku dikejutkan oleh kedatangan tamu seorang perempuan. Padahal selama ini, tamu-tamu yang datang sudah pasti selalu laki-laki. Karena hanya laki-laki yang datang ketempat ini. Tapi perempuan itu?
Awalnya akupun sempat terkejut saat Mami mengatakan kepadaku, bahwa ada tamu perempuan yang mencariku. Kok? Masih dengan perasaan tak percaya. Tapi Aku mendapati kebenaran ucapan Mami, bahwa memang tamu yang mencariku adalah seorang perempuan. Nah lho?!
“ Silahkan duduk, Mbak?,” aku mempersilahkan perempuan itu untuk duduk di kursi riasku. Dan aku sendiri duduk di tepi ranjang. Perempuan itu masih celingukan melihat seluruh sudut kamarku.
“ Maaf,Mbak... Ada apa yah, cari-cari saya? Maaf, kalau saya ini hanya bersedia melayani laki-laki, lho” ucapku lagi sambil memperhatikan dirinya yang masih berdiri seperti orang bingung.
“ Eh, iya Mbak. Maaf... Perkenalkan nama saya Imah, Mbak,” ucapnya kemudian sambil mengulurkan tangan mengajakku bersalaman, lalu duduk di kursi.
“ Sephia..,” jawabku menyambut uluran tangannya. Perempuan itu lalu tertunduk, pandangannya jatuh pada kedua tangan yang dia mainkan.
“MbakAku coba untuk mengingatkan kepadanya tentang pertanyaanku yang hanya dia jawab dengan diam begitu.
Nggg… maaf, Mbak Sephia. Saya ini sebenarnya istrinya Mas Bejo. Dan saya datang kesini mau minta tolong sama Mbak Sephia,” ucapnya pelan. Nyaris aku tidak bisa menangkap apa yang dia ucapkan. Apalagi dia mengatakan itu masih dalam posisi kepala yang tertunduk dan jari-jari tangan yang  ia mainkan.
Tapi aku sedikit mendengar kata-kata yang dia ucapkan, “Istri bejo”. Bejo yang aku kenal adalah lelaki yang berperawakan sedang-sedang saja. Dan tampangnya juga biasa-biasa saja. Tapi dia memang pelanggan tetapku yang hampir setiap hari mendatangi aku. Untuk tidur atau sekedar minta ditemani minum. Tapi apa benar perempuan ini adalah istri Bejo?
“ Mbak ini beneran istrinya bejo?,” tanyaku menyelidik.
Dia hanya menganggukan kepala, lalu tangannya masuk ke dalam kantung daster yang ia kenakan saat itu. Kemudian dia menyerahkan Photo yang tadi ia ambil dari kantung dasternya kepadaku. Sesaat aku mengamati photo itu. Ya, ternyata benar. Photo ini sudah cukup memberi jawaban atas pertanyaanku tadi. Di dalam photo itu aku melihat sosok Imah dan Bejo yng duduk di kursi pelaminan.
Sambil menyerahkan kembali photo itu kepadanya, aku bertanya lagi,“Trus apa hubungannya sama saya? Sampai-sampai Mbak datang sendiri kesini. Padahal Mas Bejo hari ini tidak datang kesini.
Wajahnya yang pucat itu, tiba-tiba terlihat semakin pucat  seta mendung dalam kesedihan. Ditatapnya photo itu. Kenangan terindah dalam hidupnya yang kemudian menghilang. Bejo, lelaki yang dicintainya, yang dulu selalu bersikap lembut lagi penyabar. Tiba-tiba berubah menjadi laki-laki yang pemarah lagi kasar.
Setiap pulang, selalu disaat waktu menjelang pagi. Dengan  tubuhnya yang selalu limbung kesana-kemari saat dia berjalan. Dari mulutnya tercium dengan jelas bau alkohol. Belum lagi wangi parfum yang jelas-jelas milik seorang perempuan. Karena Imah tak pernah memiliki parfum lagi. Mas bejo tidak pernah membelikannya lagi, kecuali pada saat menjelang hari pernikahan mereka dulu. Sedangkan Bejo sendiri juga tak pernah memakai parfum. Tak pernah pula Imah melihat parfum itu ada di dalam rumah kontrakan ini.
“Mbak…,tegurku lagi sambil menepuk-nepuk paha perempuan itu. Seketika semua lamunan Imah buyar.
Eh.. Maafin saya, Mbak sephia,” ucap Imah sedikit gugup. Lalu di masukan lagi photo itu ke dalam kantong dasternya. Dan kembali ia bermain dengan jari-jari tangannya.
“ MbakMbak Imah belum jawab pertanyaan saya,” ucapku sambil mencoba menatap wajah Imah yang bersembunyi dalam tertunduk.
Ngggg… Saya mau minta tolong sama Mbak Sephia. Supaya Mbak Sephia tidak lagi mau menerima Mas Bejo sebagai tamu disini. Tolong ya, Mbak” ucap Imah memelas.
“ Lho?! Memangnya kenapa? Kalau disini, saya tidak bisa pilih-pilih tamu, Mbak. Saya harus layani semua tamu yang mau dengan saya. Bisa-bisa nanti saya yang kena dimarahi Mami disini.
Tapi, Mbak…”
Bukan kemauan saya juga, kalau Mas Bejo datang ke sini, Mbak. Tolong mengerti profesi saya ini, Mbak Iah”, kini aku yang memohon pengertian darinya.
Imah diam. Sepertinya dia sadar bahwa semua ini memang bukan salahku, jika Bejo begitu suka datang ke tempat ini untuk menghambur-hamburkan uang; bermabuk-mabukan untuk kemudian tidur dengan para pelacur di sini. Uang yang seharusnya Bejo berikan untuk dirinya dan anak-anak, untuk keperluan makan sehari-hari dan juga keperluan anak-anaknya sekolah. Tapi, semua ludes sama sekali. Sehingga Imah harus pontang-panting meminta pinjaman sana-sini, meminta-minta belas kasih para tetangga agar dia dan anak-anak bisa sekedar makan.
“ Mbak Sephia.., kita sama-sama perempuan kan?,”tanya Imah kemudian.
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Imah. Lalu hanya menjawab dengan anggukan kepala.
“ Mbak pasti mengerti perasaan saya sebagai seorang perempuan, sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak saya,” ucap Imah sambil menatap sendu ke arah Sephia. “Mbak Sephia tahu betapa sakitnya hati saya, mengetahui bahwa suami saya tercinta ternyata sering tidur dengan perempuan lain selain diri saya.
Aku diam, tidak bisa berkata apa-apa. Ucapan Imah membuat luka di dalam hati ini kembali terasa. Terbayang oleh bagaimana diriku juga pernah dicampakan oleh  seorang lelaki. Lelaki yang telah menghamili diriku, lalu pergi meninggalkannya dengan rasa malu yang harus ditanggung oleh semua keluargaku. Dihina, dilecehkan dan dibuang dari kampung halaman tercinta.
“ Memang kebobrokan sifat suami saya bukan sepenuhnya salah, Mbak Sephia. Mungkin juga karena salah saya. Lihatlah, Mbak... saya dan Mbak Sephia jauh berbeda. Saya tidak tahu bagaimana harus berdandan; harus berpakaian yang menarik buat suami saya.”  Terlihat airmata Imah jatuh dan mengalir deras di pipinya yang pucat itu.
Aku masih terdiam. Sibuk dengan pikiranku sendiri. Ada perasaan malu dan juga sakit yang sama seperti yang dirasakan Imah.
“ Saya sadari kekurangan saya, Mbak. Jadi tidak masalah jika Mas Bejo akhirnya lebih memilih perempuan lain untuk memuaskan nafsu birahinya. Tapi saya merasa kasihan setiap saat melihat anak-anak saya, Mbak. Mereka butuh sosok bapak mereka, bapak yang  baik dan seharusnya menjadi panutan. Mereka masih butuh makan dan jaminan untuk masa depan mereka kelak, Mbak Tangis Imah semakin keras di sela-sela waktu ia bercerita. Dihapusnya airmata itu dengan ujung lengan daster lusuh yang ia kenakan.
“ Apa saya juga bersalah sama anak-anak, Mbak Imah?” tanyaku kini dengan perasaan bersalah.
Tidak, Mbak... Mbak Sephia tidak salah apa-apa. Mas Bejo yang memang selalu melupakan kewajibannya untuk menafkahi keluarga. Dia lupa, bahwa uang yang didapat dan ia miliki itu, seharusnya menjadi hak anak istrinya. Bukan milik botol-botol minuman dan juga bukan milik Mbak Sephia,Imah tertunduk. Rasa sakit yang semakin terasa di dalam dadanya. Memaksa airmata itu terus tumpah. Namun saat ini, Imah ingin melepaskan semua beban yang telah lama terpendam di hatinya. Saya kasihan melihat anak-anak saya, Mbak Sephia. Mereka harus terus merasa kelaparan. Karena bapaknya selalu lupa memberi saya uang untuk anak-anak makan. Uangnya telah dia habiskan ditempat ini”
Hening. Hanya ada airmata dari kedua perempuan itu yang bercerita tentang luka-luka yang ada di dalam hati mereka. Rasa sakit yang dihadirkan oleh mahluk ciptaan Tuhan yang bernama laki-laki.
“ Maafkan saya, Mbak Imah,” ucapku kemudian sambil mengenggamn tangan Imah. Seolah mengucapkan kepadanya, betapa diriku juga ikut merasakan apa yang tengah ia rasakan saat ini. Betapa aku juga mengerti akan rasa sakit itu. Kami sama-sama perempuan, hamba Tuhan, yang selalu saja tertindas.
….
Aku membalik posisi tidur. Rasa yang saat ini ada begitu mengganggu. Perempuan itu, Imah, Istri dari salah satu pelanggan tetapku. Seorang laki-laki yang telah menyia-nyiakan keluarganya demi kesenangannya sendiri di tempat ini. Dengan botol-botol minuman itu dan mengumbar syahwat bersamaku di ranjang ini. Akh, betapa berdosanya aku! Lembaran-lembaran rupiah yang dia berikan kepadaku adalah uang yang seharusnya menjadi milik Imah dan anak-anaknya.
Tapiii… Akh, masa bodoh! Itu bukan kesalahanku! Aku hanya menerima uang itu. Bukan salahku juga, jika Mas Bejo begitu menyukai aku. Mungkin karena servisku yang bagus dan dia merasa puas. Mana kutahu uang itu dari mana dan buat siapa?!
Aku lalu mendesah, menatap kursi tempat dimana Imah duduk tadi. Ia adalah perempuan yang begitu polos dan sederhana. Betapa tololnya perempuan itu?! pikirku. Mengapa dia mau bertahan dan ditindas oleh lelaki yang bernama Bejo?! Kenapa tidak minta cerai saja?! Atau bunuh aja lelaki itu sekalian!
Saya tidak punya siapa-siapa lagi, Mbak Sephia. Lagi pula saya kasihan melihat anak-anak, kalau sampai saya pisah dan bercerai dengan Mas Bejo,”  Aku teringat apa yang dikatakan Imah tadi. Ya, ucapan dari perempuan bodoh sudah cukup membuatku merasakan marah pada keadaan.
Akupun merasakan kebodohan Imah sebagaimana kebodohan diriku dulu, ketika mau saja diperdaya seorang laki-laki yang telah beristri. Dan percaya akan semua kata-katanya. Sampai akhirnya bersedia untuk kehilangan Mahkota yang paling berharga. Untuk kemudian dicampakan. Akh, kita memang perempuan-perempuan tolol, Mah, desisku sendiri.
Mungkin itu semua karena aku dan Imah sama-sama perempuan dari desa. Yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Jangankan kuliah?! Tamat sekolah menengah saja, tidak! Tapi.., Ah, tidak juga. Aku sering melihat dan mendengar bahwa kebodohan itupun sama-sama dilakukan oleh mereka, perempuan-perempuan dari kota. Yang mempunyai gelar dan pernah sekolah  tinggi, bahkan yang lulusan sekolah luar negeri sekalipun.
Jadi, mungkin kebodohan kami bukan karena masalah pendidikan semata. Tapi mungkin juga karena moral dan sifat lemah kami yang lebih banyak memandang sesuatu dengan perasaan. Entahlah, mungkin juga karena cinta?! Cinta yang membutakan hati dan pikiran kami. Mungkin juga nafsu?! Nafsu yang tidak bisa kami kendalikan lagi. Atau mungkin karena uang?! Entahlah... perduli amat dengan kebodohan itu!
…..
Kejadian malam tadi, tiba-tiba membuatku merasa semakin terhina dengan profesinya sebagai wanita penghibur. Entahlah, apa benar para lelaki itu butuh hiburan? Padahal semuanya ada dan telah mereka miliki di rumah. Bukankah rasa lelah seharusnya dapat hilang dengan tawa dan canda anak-istri mereka?
Lalu apa gunanya aku sebagai penghibur? Toh, mereka masih bisa untuk selalu tertawa setiap kali menenggak semua botol-botol minuman itu?! Aku hanya duduk diam dan menemani mereka, yang sesekali mereka menjamah bagian-bagina tubuhku yang mereka suka.
Atau mungkin aku hanya sebagai tempat pelampiasan nafsu mereka? Padahal mereka bisa melampiaskan itu di rumah secara gratis tanpa harus membayar, tidak seperti saat bersamaku. Ataukah karena kepuasan?! Kepuasan darimana?! Kerjaku gampang saja, tidur telanjang lalu mengangkang, Selesai! Titik! Darimana puasnya?! Toh, mereka semua kadang melakukan itu dengan tanpa kesadaran. Karena mereka terpengaruh oleh minuman yang sebelumnya mereka tenggak.
Atau hanya karena penasaran dan kemudian merasa ketagihan?! Itu berarti diriku ini tidak jauh beda dengan namanya candu atau narkoba, yang hampir merenggut nyawa adik laki-lakiku. Akh, entahlah... Otak ini buntu!
Atau semua pikiran-pikiran yang muncul ini, hanya perasaanku saja? Yang paling mempengaruhi keinginan-keinginanku; keinginan yang tiba-tiba; keinginan untuk berhenti dari pekerjaan ini. Perasaan sesama perempuan; perempuan yang merasa sama-sama tersakiti oleh laki-laki; sama-sama mempunyai naluri sebagai seorang ibu; sama-sama mengerti perasaan perempuan dengan semua kebodohan dan ketidak berdayaannya.
Akh, aku tak ingin menjadi perusak kebahagiaan dan rumah tangga orang. Besok aku harus pulang ke kampung dan berhenti dari pekerjaan ini. Uang tabunganku mungkin sudah cukup untuk memulai kehidupan baru. Mami pasti mengerti. Tekadku telah bulat!
Saat adzan subuh mulai terdengar, akupun beranjak dari ranjang dan pergi untuk berwudhu.
…..
Waaah..! Mbak Sephia ini, pulang-pulang langsung punya warung besar begini. Komplit lagi?! Hebat!,” celoteh salah seorang ibu dan yang lain hanya mengiyakan. Sementara Aku hanya senyam-senyum menanggapi semua celoteh ibu-ibu itu.
“Belanjanya cuma ini aja, Bu? Tidak sama yang lain sekalian,?” ucapku kemudian sambil  menyodorkan bungkusan plastik berisi barang belanjaan kepada  ibu tadi.
Tidak ada uangnya lagi, Mbak Sephia. Nanti lagi deh,” jawab ibu tersebut sambil menyodorkan uang dan kemudian mangambil bungkusan yang aku sodorkan tadi.
Sudah hampir 4 bulan ini, semenjak aku memutuskan untuk pulang. Dan membuka warung sembako. Uang tabungan dipakai sebagian untuk bisa membuka usaha ini. Mungkin memang bukan uang halal, tapi ini adalah jalan menuju perubahan yang baik menurutku saat ini. Toh, para penduduk sini sepertinya sudah bisa menerima diriku lagi.
Sementara itu di tempat Sephia sebelumnya….
E-eh, Bang Joni! Kemana aja?! Sudah lama tidak pernah keliatan,” ucap Mami sambil mendekati seorang laki-laki.
Iya, Mam. Biasa. Sibuk ngurusin proyek di luar kota nih,” jawab lelaki yang dipanggil Joni itu, sambil tersenyum kepada Mami yang sekarang sudah menggandeng dirinya.
Banyak duitnya, dong?!” ucap Mami. Dan mereka pun tertawa.
“Mana sephia?,” tanya Joni sambil matanya berkeliling mencari sosok yang dia sebutkan.
“Aduuuh, masih ingat aja sama sephia. Dia sudah tidak bekerja lagi di sini, Bang. Sudah 4 bulan ini dia berhenti, pulang kampung! Mau tobat katanya, jawab Mami sambil cekikikan geli.
“ Akh, yang bener?! Sephia? Tobat?!”
Mami hanya menjawab dengan anggukan kepala dan tersenyum genit. Sementara kekecewaan mulai tergambar di wajah joni.
“Tenang saja, Bang Joni. Kita kebetulan punya Primadona baru, kok! Sudah 2 bulan ini menggantikan Sephia,” ucap Mami lagi, mencoba menghibur hati joni yang kecewa. Joni hanya melirik ke arah Mami.
“Bang Joni pasti suka! Bentar yah..
 Lalu Mami ngeloyor masuk ke dalam salah satu kamar yang ada. Dan tidak lama kemudian keluar dari kamar itu, sambil menggandeng seorang perempuan dengan dandanan serba minim.
Ini orangnya, Bang Joni,” ucap Mami sambil menarik tubuh perempuan itu untuk mendekati joni.
Lama Joni mengamati sosok perempuan yang di sodorkan Mami ke hadapannya. Dia perhatikan dari ujung kaki sampai kepala. Cantik! Dan berubahlah segera rasa kecewa itu, berganti dengan perasaan senang dan penuh hasrat.
Saya Joni..,” ucap Joni memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.
Wanita itupun tersenyum sedikit malu-malu, “Saya Imah, Bang..
Tidak lama kemudian, Jonipun merangkul tubuh perempuan yang bernama Imah itu menuju kamar. Sambil melepaskan acungan jempol ke arah Mami. Dan Mamipun tersenyum senang karena pelanggannya merasa puas.
..

CINTA DALAM RINDU-RINDU






Seperti rindu ini kepadamu, seperti itu pula malam terlewatkan dalam sepi dan sendiri. Aku mengejar dirimu dalam bayang-bayang, aku berlari dengan semua imaji diri. Mencari senyummu, wangi tubuhmu, harum nafasmu, manis senyum dibibirmu, indah gelak tawamu. Sosok hantu dirimu yang ingin aku tangkap di setiap sunyi ini. Menggugat hati dalam rindu. Dimana kamu?
Cinta berjarak, entah dalam jarak ribuan kilo meter, atau dalam jarak ruang dan waktu yang berbeda. Membuat cinta adalah nyanyian rindu-rindu. Dendang seorang pengelana yang kesepian. Rintihan seorang anak mengharap disusui ibunya. Dia adalah pencarian bagi jiwa ini. Dia adalah kehilangan yang tak pernah cukup dipertemukan. Dia adalah rindu dan hanya rindu. Cinta dalam rindu-rindu..
Aku menikmati semua ini sebagai anugerah atas rasa yang kita miliki. Dan terkadang aku menyangsikan perjumpaan, apakah  setiap saat dia akan bisa membuat gairah itu bisa tetap ada? Sebagaimana gairah itu begitu terasa saat ini. Tapi semoga tidak. Aku masih menyimpan semua harap dan doa pada kebisuan malam. Disana pasti terdengar…aku ingin bersamamu selalu. Itu pintaku
Dan selama cinta masih ada, maka rindu-rindu ini tak akan hilang. Dan sebagaimana cinta, rindu-rindu ini juga hanya untukmu…
Kau tahu, betapa hebatnya rindu-rindu ini menjadikan kamu ada sebagai alam raya. Ketika Angkasa melukiskan wajahmu, ketika gemericik air menjadi gelak tawamu yang lepas, ketika hangat mentari pagi menjadi pelukan tubuhmu, ketika senja menjadi keindahan akan pesona dirimu, ketika hembusan angin yang lembut menjadi belaian mesra, ketika malam menjadi kebersamaan berdua, ketika bulan membias indah matamu, ketika kerlip bintang disana adalah hadirmu yang kutunggu..oh, adakah yang lebih hebat dari cinta ini. Cinta dalam rindu-rindu. Dan aku ingin senantiasa semua begitu.

Jumat, 15 Juli 2011

Hidup Di Luar Surga









Sudah sering aku melihat wajah sedih dan letih ditunjukan oleh Ayah dan juga Ibu. Dan sesungguhnya aku juga tahu, bahwa semua itu disebabkan karena diriku;  yang memang berbeda dari kebanyakan anak-anak seusiaku. Bukan hanya karena fisik yang berbeda, tapi juga karena aku selalu kesulitan dan lamban untuk menangkap apa-apa yang diajarkan oleh orang tuaku atau guru-guruku di sekolah.
Selain itu, aku juga terkadang kesulitan untuk menunjukan kepada semua orang tentang apa yang aku rasakan dan apa yang aku inginkan. Sehingga tidak jarang, aku kesal dan marah pada mereka yang tidak mengerti. Tapi mau bagaimana lagi? Seperti inilah diriku; seperti yang aku pintakan kepada Tuhan.
Dulu. Sebelum aku menetap di rahim Ibu dan lahir ke dunia ini, aku bertemu dengan Tuhan. Dan ketika Tuhan mengatakan bahwa aku akan diturunkan ke dunia fana ini. Aku sempat bertanya,” Apa hebatnya dunia itu dibandingkan Surga yang indah ini, Wahai Tuhanku?”
Lalu Tuhan menunjukan kepadaku tentang kehidupan di dunia ini. Dan aku melihat dengan jelas betapa mengerikannya kehidupan di dunia itu. Saat itu aku langsung menolak, “Maafkan hamba yang hina ini.. Bukan maksud hamba untuk menentang perintah Mu. Namun betapa kehidupan di dunia itu sama sekali jauh dari indah, Wahai Tuhanku.”
Lalu Tuhan menunjukan kepadaku lagi  wajah-wajah bahagia dari pasangan suami-istri, saat mereka melihat tubuh mungil seorang bayi yang baru saja dilahirkan. Wajah-wajah yang terlihat begitu bahagia, sampai-sampai mereka tidak mampu mengurai rasa itu dengan kata-kata, kecuali dengan lelehan airmata yang mengalir di kedua pipi mereka.
“Hanya itu?” tanyaku lagi kepada Tuhan kemudian, merasa hal itu tidak cukup untuk dijadikan perbandingan seimbang dengan kehidupan di Surga.
Kembali Tuhan menunjukan kepadaku bagaimana ekpresi bahagia tergambar di wajah pasangan suami-istri lain, ketika mereka melihat anak mereka yang baru berusia 10 bulan tengah berusaha berdiri, untuk kemudian mencoba melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah. Ada juga Ekpresi bahagia yang ditunjukan mereka saat anaknya mengucap sepatah kata menyebut nama mereka, “Mam-ma!..Pap-pa!.”
Saat itu aku hanya mengerutkan dahi, merasa tidak ada yang istimewa dari apa yang terlihat. Dan Tuhan mengerti akan maksud diriku. Sehingga aku kembali dibawa untuk melihat kehidupan pasangan pemuda dan pemudi yang tengah kasmaran. Mereka yang masih malu-malu, hanya bisa menundukan kepala tanpa bisa berlama-lama menatap mata orang yang ia cintai. Atau sekedar melepas senyum tanpa ada hal yang lucu terjadi, kecuali keadaan mereka sendiri.
“Hmm…” Hanya itu yang bisa aku ucapkan, sebagai tanggapan atas apa yang aku lihat. Dan kembali Tuhan mengerti betapa aku tidak tertarik melihat semua peristiwa yang telah ditunjukan. Apalagi sebelumnya Tuhan juga telah menunjukan kepada diriku, sisi lain selain keindahan itu. Apalah arti kebahagiaan kedua orang tua itu, jika kemudian para orang tua itu merasa berkuasa atas kehidupan anak-anaknya. Bahkan aku juga melihat bagaimana anak-anak itu di terlantarkan dan dimanfaatkan. Lalu apa artinya cinta yang indah itu? Jika pada akhirnya mereka juga akan saling menyakiti dan membenci dikemudian hari? Toh, di tempatku sekarang ini, di Surga, semuanya telah aku dapatkan dan juga rasakan. Lalu mau apalagi?!
Lalu Tuhan bersabda kepadaku,”Sesungguhnya, telah Aku sempurnakan kehidupan itu dengan maksud yang baik. Dan semua rahasia itu tersembunyi dalam kehidupan itu. Bukan hanya tentang Surga dan Neraka semata. Kau akan menemukan rahasia itu jika kau terlahir ke dunia.”
Aku diam sesaat. Menimang-nimang semua. Mencoba mengerti semuanya. Sampai akhirnya aku membuat beberapa permintaan kepada Tuhan. Aku ingin melihat hal yang berbeda dari semua peristiwa yang telah Tuhan tunjukan; aku ingin melihat ekpresi yang berbeda dari pasangan suami-istri saat melihat bayi mereka untuk pertama kalinya; aku   ingin melihat ekspresi yang berbeda saat mengetahui anak mereka mengalami kesulitan dalam masa pertumbuhannya; Aku juga ingin melihat bagaimana cinta itu sesungguhnya bagi seseorang yang berbeda. Dan Tuhanpun mengabulkan permintaanku itu. Selanjutnya… inilah aku sekarang!
Terlahir ke dunia ini dengan keadaan yang berbeda dari kebanyakan anak-anak yang lain. Ada orang yang menyebutku sebagai, ‘Anak Idiot’ dan ada pula yang menyebutku dengan istilah yang sulit aku mengerti ’Anak pengidap Down Syndrome.” Ya, seperti itulah aku sekarang ketika terlahir ke dunia ini.
Dan benar saja, awal pertama saat aku melihat wajah kedua orangtua ku, ekpresi wajah mereka jauh berbeda dari apa yang telah Tuhan tunjukan kepadaku sebelumnya. Wajah-wajah kecewa dan sedih kudapati, dengan hujan airmata dalam tangisan penuh penyesalan dan rasa tidak rela menerima kenyataan.
Ibu menangis sambil berusaha untuk memeluk tubuhku dalam enggan. Sedangkan Ayah langsung pergi keluar kamar perawatan dalam perasaan marah, untuk kemudian berteriak keras meluapkan kemarahan kepada Tuhan. Andai Ayah tahu, bahwa semua ini adalah kehendak diriku semata.…
Sepanjang aku hidup, selalu saja aku melihat ekspresi yang ditunjukan orangtuaku tidak jauh dari kesedihan, takut, marah dan juga kecewa. Meski setiap saat berusaha untuk bisa menerima diriku apa adanya. Aku bisa melihat hal yang berbeda dari apa yang pernah Tuhan tunjukan kepadaku sebelumnya. Inilah yang aku mau!
Aku tidak terlalu terkejut ketika banyak manusia yang memandang rendah diriku, merasa ketakutan ketika dekat denganku; kebingungan dalam ketidaktahuan bagaimana harus bersikap; menatap Iba tanpa bisa berbuat lebih dari itu; mencoba bersikap lebih kepadaku setiap saat;  menjadikan diriku bahan olok-olokan dalam candaan mereka. Aku tidak merasa asing mendapati  semua itu. Karena Tuhan telah menunjukan semua sifat manusia itu kepadaku sebelumnya. Dan Inilah yang aku mau!
Bahkan cinta seolah-olah menjadi tidak mungkin bisa aku rasakan dalam kehidupan ini. Itulah sebab wajah sedih dan khawatir ditunjukan Ayah dan Ibu setiap saat.
“Bagaimana masa depan anak kita, Pak?,” tanya Ibu sambil menatap dengan pandangan yang terhalang airmata yang tertahan di pelupuk mata. Sedangkan Ayah hanya menggelengkan kepala menghela nafas panjang menghilangkan sesak yang juga ia rasa, sambil memeluk erat tubuh Ibu.
“Bagaimana jika kita sudah tidak ada lagi di dunia ini, Pak? Bagaimana dengan dirinya saat itu? Apakah mungkin anak kita bisa merasakan kebahagiaan dalam cinta bersama orang yang ia cintai?”
Semua pertanyaan itu senantiasa menyelimuti kehidupan Ayah dan Ibu. Dan aku merasa bahwa rahasia kehidupan ini telah ku temukan dalam balutan kasih sayang dan cinta tulus mereka. Semua hal itu tidak aku dapati dalam kehidupan di Surga. Perasaan kagum, bahagia, cinta dan kasih sayang menjadi satu tanpa bisa aku jabarkan sedikitpun. Semua rasa itu lebih indah dari keindahan rasa yang ku dapati ketika menetap di surga.
Sesungguhnya aku tidak ingin menjadi bagian dari kehidupan manusia-manusia yang lain, sebagaimana yang aku ketahui. Mereka yang terlihat begitu menakutkan bagi diriku, meski kebahagiaan itu ada diantaranya. Tapi aku tidak ingin menjadi bagian dari mereka, yang senantiasa diselimuti keangkuhan atas apa yang ada pada diri mereka dan atas apa yang mereka miliki.
Mereka yang ku tahu, selalu menjadikan nafsu sebagai raja yang menguasai diri mereka; tergila-gila akan harta, tahta dan wanita hingga mampu menutup kata hati mereka atas duka sesama; mereka yang terbuai oleh kenikmatan yang sementara dan demi semua itu tidak perduli nasib keluarga, saudara dan sesama yang menjadi korban; mereka yang suka membunuh mengatas namakan Tuhan dan kebenaran, untuk kemudian membantai sesama dengan alasan yang tersamarkan. Ah, masih banyak lagi dan tidak bisa aku sebutkan satu persatu.
Aku tidak ingin menjadi bagian dari semua itu. Meski aku bisa saja menghindar dari semua itu dan menikmati kebahagiaan dengan cinta dan kasih sayang.  Tapi kehidupan Surga lebih indah dari itu.  Lalu untuk apa aku bersedia turun ke dunia ini jika demikian? Betapa meruginya aku!
Aku meminta Tuhan atas kelahiranku yang seperti ini, agar bisa melihat hal yang berbeda dari apa yang pernah ditunjukan kepadaku. Meski mungkin banyak yang terlewatkan untuk bisa aku nikmati dalam keindahan dunia ini. Tetapi tidak mengapa, aku masih bisa menahan rindu hati ini akan Surga. Karena masih bisa merasakan hal yang jauh lebih indah dari tempat asalku. Ketika melihat ketulusan, keikhlasan dan keteguhan atas dasar kasih sayang dari orang tuaku dan orang-orang yang mencintai diriku dengan tulus. Semua selalu saja bisa membuatku lupa akan kerinduan akan Surga!




Ketika Cinta Mati Suri





Aku hanya bisa mengingat wajahmu saat ini, wahai yang tercinta. Ketika seharusnya aku menginginkan tuk bisa mengurai lebih semua perjalanan yang kita lewati dalam usia kebersamaan ini. Waktu berlalu tanpa kita sadari perginya. Yang ada sekarang adalah kenyataan semua bertambah dalam waktu.
Aku mencoba mengingat apa yang menjadi title diatas sana, sayangku. Ketika cinta mati suri. Ya, ketika rasa cinta itu aku rasakan mati suri bagiku, bagi hatiku,bagi hidup dan  bagi jiwaku…
…………………………………….
Apakah aku harus memuji dirimu dengan semua keindahan kata yang terurai. Karena bagiku mungkin, semua imajiku hilang dalam kata setiap saat.  Ketika pada lelap tidur mu, aku mampu meresapi semua indah itu sendiri. Dalam sesak dadaku. Dengan lirih kata yang ku ucap pada Langit.
Waktu berlalu, tanpa kita sadari perginya. Sedang kita hanya menyadari usia yang kita punya atas kebersamaan ini. Sementara kehidupan masihlah sama bagi kita pada akhirnya. Dan masihlah sama kita harus berjuang dengan apa yang ada.
Hatimu, hatiku sayangku….
…………………………………………………..
Kita bersatu atas hati itu, dengan semua yang ada disana. CInta, kasih sayang, merah, abu-abu hitam dan putihnya. Dan talian hati ini kian hari kian  melalang buana tanpa kita mengerti dan semakin dalam. Dan Pada akhirnya akupun hanya bisa diam ketika semua menyentakan kesadaran ku. Bahwasannya aku telah berada di nirwana yang  terindah. Dimana bagiku, Engkaulah bidadari itu. Dimana bagiku, dirimulah yang paling aku dambakan. Tiada mampu aku bertahan dalam kenyataan tanpa dirimu.
Tahukah kamu dikala malam. Ketika harus meraih lelap dan mimpi. Aku pergikan jiwaku pada dunia  yang laen,dunia akhir. Ketika kesadaranku datang akan masa lalu dan kebahagiaan yang mampu aku berikan untuk dirimu.
Aku pergi kedunia akhir hidup. Meletakan jiwaku dan mengenali dunia itu. Mengalahkan ketakutanku akan dunia itu. Dan pada akhirnya sekian lamanya aku mencoba aku menemukan bahwa bertemu dengan-NYA adalah kedamaian yang sesungguhnya.
Mungkin karena aku merasa letih akan smua kesalahan hidup yang selalu mengikuti diriku hingga kini. Mungkin karena aku tak kuat menghadapi ketidak pastian yang aku jalani selama ini. Mungkin aku berputus asa atas diriku sendiri yang tak bisa lepas dari dosa. Dan terlebih aku merasa lebih tak kuat lagi melihat bagiamana aku harus melihatmu ikut dalam ketidakpastian hidupku. Dan menanggung juga akibat dari semua kebodohanku. Aku tak mampu melihat kesengsaraan harus kau alami juga karena aku…
Dalam melepaskan jiwa dan pikiran pada dunia akhir. Aku melepas doa, harap dan permintaan pada LANGIT. Doa yang aku tujukan agar kamu menjadi yang paling Dicintai-NYA.  Cinta yang akan menjaga dirimu. Mengasihimu, melapangkan hidup, hati dan juga jiwa. Memberi kebahagiaan yang sesungguhnya. memudahkan dan membantu semua urusan mu didunia ini dan juga diakhirat nanti.sehingga pada akhirnya ketika jiwaku benar-benar sampai pada dunia akhir itu. Aku bisa merasa kerelaan hati. Dan sampai dengan senyuman dimana itu ada karena aku mampu melihat bahagia itu milikmu.
………………………………………………
terkadang aku berfikir bahwasannya yang aku ingin persembahkan kepada dirimu dalam uraian kata. Bukanlah keindahan puja puji dan pengungkapan. Namun  yang aku ungkap adalah kenyataan tentang semua. Entah dalam warna yang merah hitam ataupun abu-abu..
kata yang sederhana namun dapat kita resapi maknanya lebih dalam…
terlalu muluk, terlalu tinggi, terlalu mengada-ada dan dibuat-buat kadang. Kecendrungan kita dalam mengungkap semua hal ini dengan kata. Yang mungkin pada kenyataannya apa yang terjadi jauh dari itu semua. Jadi, aku ingin mengurai kejujuran sederhana saja untukmu, sayangku..
…………………………………….
Jikalau aku ingat, sayangku..
Aku merasa kadang tak seharusnya aku ungkap semua hal kepadamu. Hal ini pula yang kadang aku dengar dari banyak orang. Hingga aku bertanya.. apakah benar seperti itu??..
Sehingga aku berfikir apakah cinta adalah tentang siapa yang menang dan siapa yang salah. Siapa yang menguasai dan siapa yang menguasai…
Manusia ketika telah kehilangan apa yang tersimpan dalam hati. Yang menjadi rahasia hati dan kekuatan jiwa. Maka aku melihat mereka tiba-tiba merasa lemah tak berdaya. Karena Semua hal telah diketahui oleh musuh. Semua taktik perang tlah lagi dikuasai orang. Sehingga dengan mudahnya kita diserang dan kalah pada akhirnya…
Apakah cinta dan kebersamaan kita seperti itu sayang?...
Mungkin dahulu dikala kita msih melanang buana dalam mencari kesejatian seperti sekarang. Itu kita butuhkan. Namun sekarang ini, kamu adalah kesejatian itu?..masihkah aku seperti itu?...
Mungkin ya…
Mungkin juga tidak…
Ya aku katakan karena, ketika aku mengerti dengan sendirinya tentang kamu. Maka aku tahu harus berbuat apa dengan mu. Ya aku katakan, karena kecewanya aku akan kamu. Yang kadang datang membuat aku berfikir bahwasannya hidup adalah tentang diri sendiri. Hidup adalah tentang aku dan Tuhan. Segala sesuatu harus mengandalkan diri sendiri.. jangan berharap apapun pada manusia. Siapapun dia….maka Ya aku katakan!..
Tidak aku katakan, karena semua hal telah aku ungkapakan hanya kepadamu. Bahkan tanpa aku harus ungkapkan smeua itu mungkin kamu sudah mengetahuinya. Secara sadar atau tidak, hanya kamu yang mengetahui rahasia diri yang tak pernah aku ungkap kepada sapapun. Karena hanya kamu yang paling bisa menerima, mengerti aku dan mau berkorban.
Maafkan aku jikalau kadang aku menjadikan Cinta adalah menang dan kalah....maafkan aku ketika aku lakukan smua itu hingga melukai hati dan mengecewakan dirimu, sayang ku...maafkan aku
...............................................................
Cukuplah ALLAH saja yang menjadi penolong...
Tiada Tuhan Selain ALLAH, yang MAHA Menguasai lagi Maha Perkasa..Penguasa Langit bumi dan Surga.
Ampunilah kami, ampunilah Aku....
Betapa hanya diri-MU lah yang Maha Mengetahui semua hal tentang diriku. Bahkan apa yang tersembunyi dalam benakku...Engkaulah yang Maha Mendengar bisikan dan jeritan jiwa..
Aku mengadu..dan Akupun memohon kepada-MU. Dan hanya Kepada-MU...
Aku lelah kadang, wahai Tuhan ku...
Lelah dengan ketidak pastian hidup yang harus aku jalani. Meski aku tahu, bahwasannya Engkau yang Maha Memiliki Rencana. Namun keterbatasanku sebagai Hambamu yang lemah lagi bodoh. Membuat aku tak bis amengerti semua rahasia yang Engakau sembunyikan dari apa yang ada...
Aku lelah tuk mencari Tahu....
Dan ketika kesabaran ku telah sampai pada puncaknya..dan Amarah menguasai aku...lepaslah segala kesadaran tentang Keindahan Engkau , Ya Tuhanku...
Sehingga marahku tertuju kepada-MU..dan betapa Engkau juga sanagt Mengetahui keburukan diri ku tentang ini....mencaci MU..
Dan aku lelah dalam kemarahanku kepada-MU...
Dan aku Lelah memaki –MU diLangit sana....
Karena sedikit kesadaranku mengingatkan aku, betapa Hanya ENGAKU lah saja yang mampu menolong diriku...
...........................................
aku lelah kadang...
ketika tak jua sampai pada kebahagiaan sejati. Bersanding dengan yang tercinta sang bidadari-MU...Pundi-pundi kecil titipan-MU....
dan yang aku lihat kemudian bahwasaanya tak juga bisa semua kebodohan masa lalu dapat kuperbaiki...
dan aku lihat juga kemudian, sang bidadari harus menanggung semua itu juga bersamaku. Yang seharusnya tidak. Yang seharusnya semua itu aku tanggung sendiri..namun, tetaplah kenyataannya dirinya hanyut terbawa...
aku lelah bertahan dalam mencoba, sedangkan waktu tak memberi aku kerenggangan. Sedangkan manusia-manusia ciptaanmu memandang sinis, mencemooh dan tertawa atas aku setiap saat...
aku lelah memanti jawaban dari MU, wahai Tuhan ku...jawaban atas apa-apa yang aku seharusnya tahu untuk melakukan apa. Sedangkan kehidupan ini penuh dengan tipu daya...
dan pada akhirnya aku berlari mengindar denga membenci diri-MU dengan rasa kecewa dan lelah ini...
aku lelah setiap saat menyalahkan Engakua yang Maha Penolong...karena Hanya Engkaulah sesungguhnya yang paling mengerti aku...mencintai diriku...
aku lelah dalam berlari jauh dari-MU yang pada akhirnya aku lelah jg berlari....
aku lelah dalam berlari tak pasti ...
aku lelah menanggung beban hati atas bidadari yang ikut hanyut dalam dilemaku...dan seharusnya dia yang Merupakan Anugerah dari-MU layak mendapat lebih dari apa yang aku beri...
aku lelah, ya Rabb...
..........................
aku lelah bergumul dengan hamba-hamba MU yang membuat jiwaku mengerang marah. Dan hati nurani terlukai..aku bosan dengan kepalsuan mereka, kebodohan mereka  yang sama dengan kebodohanku..aku bosan dengan kebohongan dan tipi daya mereka...
aku lelah berperang dengan keangkuhan mereka yang membuat aku berdiri dalam benteng yang sama, yaitu kesombongan juga, sedangkan hati nuraniku memaki diriku..
aku lelah dalam ketakutan atas sikap-sikap dari hamba-hamba MU...yang mungkin melukai aku dan semua orang yang aku cintai. Menjadikan aku lebih dari yang aku takutkan dari mereka....
..........................
aku lelah...lelah sendiri tanpa bidadari...
kembali pada lorong sepi dan malam hening tanpa ada yang berarti...
aku letih bermaksiat dengan diri sendiri...berperang dengan nafsuku sendiri...sedangkan jelas-jelas aku sadari betapa Engkau memurkai diriku atas dosa itu..namun aku tak berhenti dan tak berdaya meski aku juga letih...
aku letih menyadari kesendirian sang bidadari lebih jauh lagi dibandingkan dengan kesendirian aku disini...dan aku tak mampu berbuat banyak selain berlari menghindari kesedihan ini. Tuk bisa bertahan dalam menjalani hidup...
aku lelah berharap-harap cemas dan bertanya-tanya akankah Engkau mendengar dan mengabulkan doa dan harapku...aku lelah dalam kecewa ketika kenyataan datang an semua doa dan harap begitu jauh aku rasa..
...........
wahai , Penguasa Alam...
Cintailah aku... dengan cinta yang aku mengerti. Jangan butakan aku dalam ketidak tahuan akan keindahan MU....
Wahai Yang Maha Menyelamatkan..
Cintailah aku..dengan cinta yang bisa mengangkat ku jauh dari dosa-dosa masa lalu...
Wahai Yang Maha Pengampun...
Cintailah aku..dengan Cinta yang mampu mewujudkan Doa dan harap ini tanpa cemas...












Wake up in the morning, and I found my self alone.
Aku coba mengingat kehidupan yang menjadikan diriku seperti sekarang ini. Bagiamana aku, siapa aku…entahlah apa yang ada dalam pikiran ini sekarang. Sesungguhnya begitu banyak hal yang berputar-putar didalamnya. Namun aku tak mmapu menangkap satupun dari semua yang berputar itu.
Aku sendiri dikamar ini, sedang kan dirimu sayang ku. Telah kembali pada kehidupan kamu disana.apakah lorong dalam hati ini masih terus mencari tempat yang sesungguhnya dia inginkan?. Entahlah…
Aku berada dalam harap-harap cemas tentang kehadiran Reina..